Menu

Thursday, July 26, 2012

Niyyato, tsumma istaqim!

Selepas sahur hari kedua Ramadlan kemarin, aku tergoda untuk menikmati jamaah Sholat Shubuh di masjid pondok. Yah, namanya juga mumpung Ramadlan... hehehe.... Malu juga rasanya selalu menjadi "penumpang gelap Ramadlan" yang sukanya hanya duduk manis tau-tau lebaran [meminjam kosakata Bung Zamzami al-Makki]. Hehehe....

Aku pun segera beranjak ke masjid pondok dan selanjutnya berjuang keras untuk tenggelam dalam syahdu.

***

Singkat kata, salam menutup rangkaian shalat jamaah yang dipimpin langsung oleh beliau, Romo Kiyai Haji Zainal Abidin Munawwir. Untaian dzikir demi dzikir melantun penuh makna dari lisan beliau, dan diamini oleh para makmum yang berjejal memadati masjid. Namun, perlahan-lahan semuanya mulai terdengar lamat-lamat di telingaku. Hehehe... bagi Anda yang menduga bahwa aku tertidur, aku beri jempol atas benarnya dugaan Anda itu. :P



Selang beberapa saat larut dalam buaian sejuknya udara pagi yang terus membelai-belai pelupuk mata, aku dikejutkan oleh sepenggal perintah dalam suara penuh kharisma; “Al-Fatihah….”

Sontak aku terjaga dan mencari-cari arah datangnya sumber suara. Aku sadar sekali jika suara penuh wibawa itu adalah suara beliau, Romo Kiyai Haji Zainal Abidin Munawwir. Dan aku sedikit terkejut karena tidak mendapati beliau di mihrab tempat beliau memimpin jamaah tadi. Dan di saat aku masih terus celingak-celinguk mencari beliau sembari merapalkan surat pembuka al-Qur’an, kembali terdengar suara khas beliau, “Al-Fatihah….”

Aku mulai yakin bahwa arah datangnya suara beliau tidaklah jauh dari pengimaman. Aku mulai menggeser posisi duduk, dan bergerak sedikit ke utara agar bisa melongok ke balik tiang masjid. Dan, di sanalah, di selatan bentangan sajadah yang beliau pakai tadi, aku mendapati Romo Kiyai Haji Zainal Abidin Munawwir sedang berdiri di atas sebuah mimbar bertuliskan kata “Al-Munawwir” dalam kufi yang indah.

Sementara belum sepenuhnya menyadari apa yang sesungguhnya sedang terjadi, aku melihat Romo Kiyai Zainal memerintahkan seorang santri untuk membagi-bagikan bundelan kepada para jama’ah. Sayangnya, ketika aku mengangkat tangan untuk meminta sebuah bundelan untuk diriku sendiri, santri petugas itu sudah tak lagi memiliki apa-apa di tangannya.

Pada saat itulah Romo Kiyai Zainal memanggil santri tadi dan beliau pun meminta sang santri agar menghitung ada berapa orang yang tidak kebagian. Aku dan beberapa orang pun mengangkat tangan.

Selanjutnya, pengajian pun dimulai. Seorang santri di sampingku mencondongkan tangannya yang memegang kitab ke arahku mengisyaratkan kesediaannya berbagi. Dan aku pun dengan penuh rasa syukur mengintip “kitab” di tangannya. Karena dudukku cukup jauh di belakang, aku tidak bisa mendengar suara Romo Kiyai Zainal dengan jelas. Dan hingga menjelang akhir pengajian, aku hanya menangkap beberapa kata saja. Namun, dari beberapa patah kata itu bisa aku simpulkan bahwa pertemuan selepas jama’ah Shubuh ini adalah pengajian tentang hukum puasa.

***

Pagi berikutnya, aku pun mendapatkan salinan dari kitab yang kemarin dibagi-bagikan itu. Dan kitab itu berjudul Kitab ash-Shiyam karya asy-Syaykh al-Hajj Zain al-‘Abidin Munawwir, terbitan Maktabah al-Ma’had al-Islamy al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, sebagaimana bisa anda lihat di gambar catatan ini.
Niat ingsun ndherek Pengajian Kitab ash-Shiyam saban ba'da Shubuh sakdangune Ramadlan ikilah tahun kerana Allah Ta'ala. Laa haula wa laa quwwata illaa bi Allah al-'Aliyy al-'Azhiim. Amin....

No comments:

Post a Comment

Bantu saya memperbaiki blog ini
dengan menuliskan komentar: