Menu

Wednesday, November 6, 2013

FATWA MUFTI WAHABI SEPUTAR TA’ZIYAH DAN KENDURI KEMATIAN MEMBUNGKAM WAHABI INDONESIA

FATWA MUFTI WAHABI SEPUTAR TA’ZIYAH DAN KENDURI KEMATIAN MEMBUNGKAM WAHABI INDONESIA

WAHABI: “Mengapa kalau orang meninggal dunia, kalian berkumpul sambil minum dan makan-makan di rumah keluarga duka cita?”

SUNNI: “Memangnya kenapa?”

WAHABI: “Itu bid’ah, haram”.

SUNNI: “Apakah ada dasar al-Qur’an dan hadits yang tegas membid’ahkan dan mengharamkannya? Terus siapa yang berfatwa bid’ah dan haram?”

WAHABI: “Tidak ada sih. Tapi Syaikh Ibnu Utsaimin berfatwa begitu.”

SUNNI: “Owh, jadi tidak ada dasar al-Qur’an dan hadits yang menegaskannya. Tapi Anda mengikuti fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin. Lalu bagaimana pendapat Anda tentang fatwa Syaikh Ibnu Baz yang membolehkan orang-orang yang berta’ziyah berkumpul di rumah keluarga duka cita sambil minum-minum???”

WAHABI: “Ah, mana mungkin Syaikh Ibnu Baz berfatwa begitu?”

SUNNI: “Ini, saya bukakan perkataan Syaikh Ibnu Baz, dalam kitabnya Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 hal. 371, ia berkata:

حكم حضور مجلس العزاء والجلوس فيه
س: هل يجوز حضور مجلس العزاء والجلوس معهم؟
ج: إذا حضر المسلم وعزى أهل الميت فذلك مستحب؛ لما فيه من الجبر لهم والتعزية، وإذا شرب عندهم فنجان قهوة أو شاي أو تطيب فلا بأس كعادة الناس مع زوارهم.

“Hukum menghadiri majliz ta’ziyah dan duduk-duduk di sana.
Soal: Bolehkah menghadiri majlis ta’ziyah (tahlilan) dan duduk-duduk bersama mereka?
Jawab: Apabila seorang Muslim menghadiri majliz ta’ziyah dan menghibur keluarga mayit maka hal itu disunnahkan, karena dapat menghibur dan memotivasi kesabaran kepada mereka. Apabila minum secangkir kopi, teh atau memakai minyak wangi (pemberian keluarga mayit), maka hukumnya tidak apa-apa, sebagaimana kebiasaan masyarakat terhadap para pengunjungnya.” (Syaikh Ibnu Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 hal. 371).

Nah jelas kan, Syaikh Ibnu Baz membolehkan hidangan seperti dalam acara Tahlilan???

WAHABI: “Tapi Syaikh Ibnu Baz hanya membolehkan secangkir kopi, teh atau memakai parfum suguhan keluarga. Kalau dalam acara Tahlilan, malah makan nasi.?”

SUNNI: “Kamu perhatikan, Ibnu Baz membolehkan secangkir kopi, teh dan parfum, karena alasan tradisi. Di sini tradisinya, memang makan nasi. Jadi beda donk.”

WAHABI: “Tapi acara hidangan kematian kalau menurut jamaah kamu, bukan hanya tiga hari pasca kematian. Bahkan masih ada 40 hari, 100 hari dan seterusnya. Itu jelas bid’ah dan haram?”

SUNNI: “Loh, acara 40 hari, 100 hari dan seterusnya bid’ah dan haram?? Siapa yang memfatwakan?”

WAHABI: “Seorang yang sangat alim, Syaikh Ibnu Utsaimin.”

SUNNI: “Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang mengharamkan dan membid’ahkan itu tidak benar. Fatwa tersebut bertentangan dengan fatwa resmi mufti ‘aam Saudi Arabia, Syaikh Ibnu Baz. Yang benar adalah fatwa Syaikh Ibnu Baz, Ibnu Jibrin dan al-Fauzan yang membolehkan. Syaikh Ibnu Baz berkata dalam fatwa resminya:

عشاء الوالدين
س: الأخ أ. م. ع. من الرياض يقول في سؤاله: نسمع كثيرا عن عشاء الوالدين أو أحدهما، وله طرق متعددة، فبعض الناس يعمل عشاء خاصة في رمضان ويدعو له بعض العمال والفقراء، وبعضهم يخرجه للذين يفطرون في المسجد، وبعضهم يذبح ذبيحة ويوزعها على بعض الفقراء وعلى بعض جيرانه، فإذا كان هذا العشاء جائزا فما هي الصفة المناسبة له؟
ج: الصدقة للوالدين أو غيرهما من الأقارب مشروعة؛ لقول «النبي صلى الله عليه وسلم: لما سأله سائل قائلا: هل بقي من بر أبوي شيء أبرهما به بعد موتهما؟ قال نعم الصلاة عليهما والاستغفار لهما وإنفاذ عهدهما من بعدهما وإكرام صديقهما وصلة الرحم التي لا توصل إلا بهما » ولقوله صلى الله عليه وسلم: «إن من أبر البر أن يصل الرجل أهل ود أبيه » «وقوله صلى الله عليه وسلم لما سأله سائل قائلا: إن أمي ماتت ولم توص أفلها أجر إن تصدقت عنها؟ قال النبي صلى الله عليه وسلم نعم » ولعموم قوله صلى الله عليه وسلم: «إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له » . وهذه الصدقة لا مشاحة في تسميتها بعشاء الوالدين، أو صدقة الوالدين سواء كانت في رمضان أو غيرهما

“HUKUM KENDURI UNTUK KEDUA ORANG TUA
Soal: Sda AMA, Riyadh. Kami banyak mendengar tentang kenduri untuk kedua orang tua atau salah satunya. Dan banyak caranya. Sebagian masyarakat mengadakan kenduri khusus pada bulan Ramadhan dengan mengudang sebagian pekerja dan fakir miskin. Sebagian lagi mengeluarkannya bagi mereka yang berbuka puasa di Masjid. Sebagian lagi menyembelih hewan dan membagikannya kepada sebagian fakir miskin dan tetangga. Apakah kenduri ini boleh? Lalu bagaimana cara yang wajar?
Jawab: “Sedekah untuk kedua orang tua, atau kerabat lainnya memang dianjurkan syara’, karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika seseorang bertanya: “Apakah aku masih bisa berbakti kepada kedua orang tua setelah mereka wafat?” “Iya, menshalati jenazahnya, memohonkan ampunan, menepati janjinya, memuliakan teman mereka, menyambung tali kerabatan yang hanya tersambung melalui mereka.” Dan karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Termasuk kebaktian yang paling baik adalah seseorang menyambung hubungan mereka yang dicintai ayahnya.” Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketiak seseorang bertanya: “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dan tidak berwasiat. Apakah ia akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah untuknya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Iya”. Dan karena keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara, sedekah yang mengalir, ilmu yang dimanfaatkan dan anak shaleh yang mendoakannya.” Sedekah semacam ini, tidak menjadi soal dinamakan kenduri kedua orang tua atau sedekah kedua orang tua, baik dilakukan pada bulan Ramadhan atau selainnya.” (Syaikh Ibnu Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 hal. 253-254).

Dalam fatwa di atas, jelas sekali Syaikh Ibnu Baz membolehkan dan menganjurkan tradisi ‘asya’ al-walidain (kenduri untuk kedua orang tua, setelah meninggalnya dapat 1 bulan atau lebih), karena dalil-dalilnya sangat kuat dari hadits-hadits shahih di atas.”

WAHABI: “Tapi Syaikh Ibnu Baz kan membid’ahkan kenduri yang ditentukan harinya seperti dengan 40, 100 atau 1000 hari. Jadi fatwa Syaikh Ibnu Baz tidak nyambung dengan kaum antum.”

SUNNI: “Begini, ketika Syaikh Ibnu Baz membolehkan kenduri kematian setelah yang meninggal dapat satu bulan atau lebih, maka itu fatwa yang benar, karenanya tidak menjadi persoalan. Tetapi ketika Syaikh Ibnu Baz, berfatwa melarang menentukan kenduri dalam waktu hari ke 40, 100 atau lainnya, maka itu fatwa yang tidak benar, tidak ada dalilnya. Karenanya tidak perlu kami perhitungkan. Menentukan amal shaleh dengan hari-hari tertentu, hukumnya jelas boleh dan tidak dilarang berdasarkan hadits shahih berikut ini:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَفْعَلُهُ

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mendatangi Masjid Quba’ setiap hari Sabru dengan berjalan kaki dan menaiki kendaraan.” Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu juga selalu melakukannya.” (HR al-Bukhari).

Berdasarkan hadits tersebut, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:

وفي هذا الحديث على اختلاف طرقه دلالة على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالحه والمداومه على ذلك

“Hadits ini dengan jalur-jalurnya yang berbeda-beda menjadi dalil bolehnya menentukan sebagian hari-hari dengan sebagian amal shaleh dan melakukannya secara rutin.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar, Fathul-Bariy juz 3 hal. 69).

Oleh karena itu, Syaikhul-Islam Syaikh Nawawi Banten, guru para ulama Nusantara, membolehkan tradisi kenduri 40 hari, 100 hari dan seterusnya. Beliau berkata dalam kitabnya Nihayatuz-Zain sebagai berikut:

والتصدق عن الميت على وجه شرعي مطلوب ولا يتقيد بكونه سبعة أيام او أكثر او أقل، وتقييد ببعض الأيام من العوائد فقط كما أفتى بذلك السيد أحمد دحلان، وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت في ثالث من موته وفي سابع وفي تمام العشرين وفي الأربعين وفي المائة وبعد ذلك يفعل كل سنة حولا في يوم الموت كما أفاد شيخنا يوسف السنبلاويني (نهاية الزين 281)

“Bersedekah atas nama mayit dengan cara yang syar’iy adalah dianjurkan, tanpa ada ketentuan harus 7 hari, lebih atau kurang 7 hari. Sedangkan penentuan sedekah pada hari-hari tertentu itu hanya merupakan kebiasaan masyarakat saja, sebagaimana difatwakan oleh Sayyid Ahmad Dahlan. Sungguh telah berlaku di masyarakat adanya kebiasaan bersedekah untuk mayit pada hari ketiga kematian, hari ketujuh, dua puluh, empat puluh hari serta seratus hari. Setelah itu dilakukan setiap tahun pada hari kematiannya. Sebagaimana disampaikan oleh guru kami Syaikh Yusuf al-Sunbulawaini.” (Syaikh Nawawi Banten, Nihayatuz-Zain hal. 281).WAHABI: “Mengapa kalau orang meninggal dunia, kalian berkumpul sambil minum dan makan-makan di rumah keluarga duka cita?”

SUNNI: “Memangnya kenapa?”

WAHABI: “Itu bid’ah, haram”.

SUNNI: “Apakah ada dasar al-Qur’an dan hadits yang tegas membid’ahkan dan mengharamkannya? Terus siapa yang berfatwa bid’ah dan haram?”

WAHABI: “Tidak ada sih. Tapi Syaikh Ibnu Utsaimin berfatwa begitu.”

SUNNI: “Owh, jadi tidak ada dasar al-Qur’an dan hadits yang menegaskannya. Tapi Anda mengikuti fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin. Lalu bagaimana pendapat Anda tentang fatwa Syaikh Ibnu Baz yang membolehkan orang-orang yang berta’ziyah berkumpul di rumah keluarga duka cita sambil minum-minum???”

WAHABI: “Ah, mana mungkin Syaikh Ibnu Baz berfatwa begitu?”


Friday, October 11, 2013

Catatan Menarik dari Khalimatu Nisa dan Fahma Amirotulhaq untuk Sang Guru

Wujud Bakti Pada Sang Kiai... (Memperingati 100 Hari Wafatnya Kiai Ahmad Warson Munawwir)

26 Juli 2013 pukul 11:13

Kiai Haji Munawwir sengaja memberi nama putra-putrinya dengan huruf awal sesuai tahun kelahiran dalam kalender Jawa. Kiai Ahmad Munawwir misalnya, diberi nama dengan awalan huruf ‘A’ sebagai pengingat tahun ‘Alif’ ketika beliau dilahirkan. Kiai Dalhar Munawwir, lahir pada tahun ‘Dal’, sementara Kiai Warson Munawwir di tahun ‘Wawu’. Pentingnya mengingat tahun kelahiran adalah untuk memupuk sifat bakti kepada orang tua. Yaitu dengan tidak melupakan jasa orang tua yang telah melahirkan, mendidik dan merawat kita. Begitu penggalan mauidhoh hasanah yang disampaikan Kiai Aly As’ad pada peringatan 100 hari wafatnya Kiai Haji Ahmad Warson Munawwir di PP. Al-Munawwir Komplek Q Krapyak Yogyakarta, Kamis (25/7)petang.

Wednesday, July 10, 2013

Mengapa Laporan Rukyatul Hilal dari Cakung Ditolak?

sumber foto: masblogger.com
Berikut catatan otoritatif dari mas Ma'rufin Sudibyo (Koordinator Riset Jejaring Rukyatul Hilal Indonesia & Ketua Tim Ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah Kebumen)

Tim rukyat Husainiyah Cakung mengaku berhasil melihat hilaal pada Senin 8 Juli 2013 pukul 17:52 WIB di titik observasi mereka, di kawasan Cakung (Jakarta). Mereka (terdiri dari tiga orang) mengaku menyaksikan hilaal selama 1,5 menit dengan mata saja (tanpa alat bantu optik). Namun laporannya
kemudian tidak diterima dalam forum sidang isbat penetapan awal Ramadhan 1434 H di Indonesia. 

Mengapa ditolak? 


Monday, July 8, 2013

MAULID ALBARZANJI

Al-Barzanji atau Berzanji adalah suatu do’a-do’a, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang biasa dilantunkan dengan irama atau nada. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad saw yakni silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga diangkat menjadi rasul. Didalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.

Nama Barzanji diambil dari nama pengarangnya, seorang sufi bernama Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al – Barzanji. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyur dan terkenal dengan nama Mawlid Al-Barzanji. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (kalung permata) atau ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar. Barzanji sebenarnya adalah nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzanj. Nama Al-Barzanji menjadi populer tahun 1920-an ketika Syaikh Mahmud Al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak.

Sunday, May 12, 2013

Lantas, Siapakah Aku?


Pertanyaan di atas bukanlah pengantar terjemahan subtitle film Who Am I? yang dibintangi Jackie Chan. Bukan pula sekadar egoisme yang lahir dari dorongan ingin menjadi. Pertanyaan di atas adalah sebuah palu godam yang menancapkan patok kayu di ubun-ubun kedunguan dan semoga bisa menjadi pegangan saat langkah mulai hilang arah. Pertanyaan di atas adalah reaksi spontanku setelah membaca status terbaru dari seorang yang aku jadikan guru, meski aku baru beberapa kali berjumpa langsung dengannya.

Berikut aku salinkan status yang memicu pertanyaan di atas. Pertanyaan yang membuatku malu untuk berkaca padanya.

Saturday, March 30, 2013

SEKILAS MA UNGGULAN AL-IMDAD PANDAK

madrasah berbeasiswa

Madrasah Aliyah Unggulan Al-Imdad adalah sebuah madrasah berbeasiswa yang berada di bawah Yayasan Pondok Pesantren Al-Imdad Kauman Wijirejo Pandak Kab. Bantul Yogyakarta. Madrasah Berbeasiswa adalah bentuk pengabdian segenap pengasuh dan pengelola Yayasan Pondok Pesantren Al-Imdad yang mem-BEBAS-kan santri-santri MA Unggulan Al-Imdad dari beban:
1.    Uang Gedung,
2.    Uang Sekolah (SPP) dan
3.    Uang Asrama (pondok pesantren).
Baca selengkapnya »

Wednesday, February 13, 2013

Valentine dalam Islam


"Hari kasing sayang ala Islam jika akan dipusatkan di suatu hari, maka tanggal 10 Syura itu merupakan hari yang layak sebagai hari kasih sayang. Sebab di hari itu, dengan Kasih-Nya, Allah telah menyelamatkan banyak tokoh dalam Islam yaitu para Nabi dan Rasul dari terpaan serta ujian. Selain itu, Rasulullah SAW juga menyuruh kepada kita pada tanggal 10 Syura agar menyantuni yatim piatu."

Friday, January 4, 2013

Puisi Palsu #SuratCinta #HabibieDanAinun

true love, cinta sejati
sumber: google.com
Keberhasilan film "Habibie & Ainun" dalam merebut hati pecinta bioskop Indonesia tak pelak lagi merupakan sebuah keberhasilan perfilman kita secara keseluruhan.

Ini adalah kemenangan berjamaah. Mulai dari ranah film-maker, industri perfilman, penikmat film, hingga penjaja aneka souvenir "Habibie & Ainun" di sudut-sudut kumuh pasar tradisional.

Namun demikian, saya sangat sedih jika kemenangan berjamaah ini ternyata menjadi kendaraan bagi pihak tertentu yang ingin memanfaatkan keadaan. Maksudnya? Ada baiknya Anda membaca terlebih dahulu puisi berikut, yang telah saya semati sebagai puisi palsu sebagaimana terpatri di judul di atas.

Tuesday, January 1, 2013

Kami Merindukanmu, Gus

KH Abdurrahman Wahid
sumber: google.com
Suatu hari, di penghujung dekade 90-an, aku terhimpit di tengah kerumunan orang yang berjejalan di muka Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak. Niat di hati saat itu adalah ingin meraih dan mengecup tangan beliau, Gus Dur. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Aku gagal.

Kegagalan tersebut semula tak begitu aku pedulikan. Aku sangat yakin bahwa akan ada kesempatan lain bagiku untuk melakukan itu. Namun, sayangnya, hingga kepergian beliau tiga tahun lalu, aku belum mewujudkannya. Ya, I only got my self to blame mengapa aku tak kunjung mampu sowan semasa beliau masih hidup.

Sesal kuadrat. Barangkali itulah yang kemudian menghampiriku. Terlebih hingga kini aku pun belum juga sowan sepeninggal beliau. Namun demikian, jujur saja aku menghibur diri, bahwa niatku untuk ta'zhim pada Gus Dur sudah tersampaikan. Entah lewat jalan mana.